Sunday, May 27, 2018

Nasehat Tingkat Tinggi Cak Nun (TERBARU JUNI 2018)

Selamat Pagi Para Pencari Kebaikan.
Apa kabar?
Semoga semua baik dan dalam keadaan mendekatkan diri kepada illahi ya robbi.
Bertepatan dengan Bulan Ramadhan juga, semoga Puasa nya dilancarkan bagi yg menjalankan nya.

kali ini gw ingin share nasihat-nasihat super tinggi dari seorang Kyai yg gak mau disebut kyai, ulama yg tidak mau disebut ulama, maunya hanya disebut Budayawan dan Sastrawan.

yup. Mbah Nun or Cak Nun.


Emha Ainun Nadjib yang akrab dipanggil Cak Nun adalah seorang seniman, budayawan, intelektual muslim, dan juga penulis asal Jombang, Jawa timur. Ia merangkum dan memadukan dinamika kesenian, agama, pendidikan politik dan sinergi ekonomi. Cak Nun lahir di Djombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953. Ia merupakan anak keempat dari 15 bersaudara. Pendidikan formalnya hanya berakhir di Semester 1 Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM). Sebelumnya dia pernah ‘diusir’ dari Pondok Modern Gontor Ponorogo karena melakukan ‘demo’ melawan pemerintah pada pertengahan tahun ketiga studinya, kemudian pindah ke Yogya dan tamat SMA Muhammadiyah I. Istrinya yang sekarang, Novia Kolopaking, dikenal sebagai seniman film, panggung, serta penyanyi.

Berikut Nasehat Tingkat Tinggi beliau :


 KEBENARAN
Sampailah kita pada suatu keadaan sejarah dimana orang benar bermusuhan dengan orang benar. Orang mempertahankan kebenarannnya berbenturan dengan orang yang juga mempertahankan kebenarannya. Orang ini bisa kelompok, bisa Parpol, front, bisa apa pun. Pertentangan antara orang yang sama-sama yakin terhadap kebenarannya ini khan harus kita cari, kenapa kebenaran bisa mempertengkarkan manusia?
Saya melihat semua yang terjadi di Indonesia ini akhirnya menemukan, mungkin saya salah, tapi kebenaran tidak untuk dibawa keluar dari diri kita. Begitu kita keluar dari diri , yang kita bawa bukan kebenaran. Yang kita bawa adalah kebaikan, keindahan, kemuliaan, upaya-upaya untuk supaya nyaman satu sama lain (kita dengan semua orang di sekitar kita), kebijaksanaan, kearifan.
.
Jadi bukan kebenaran yg kita bawa keluar. Ibarat sebuah warung, kebenaran itu letaknya di dapur warung itu. Sekarang ini dapur-dapur warung itu dijadikan display utama. Dan masing-masing merasa benar.
.
Kita tidak akan pernah bisa selesai dengan pertengkaran, permusuhan, kebencian, dendam dan seterusnya, kalau kita saling menyombongkan kebenaran kita masing-masing.

Teori universalnya kebenaran itu ada 3 : benarnya diri sendiri, benarnya orang banyak dan benar yang sejati. Benarnya sendiri, kebenaran subyektif masing-masing orang atau kelompok. Benarnya orang banyak, ini kita elaborasi, kita cari, sampai akhirnya menemukan demokrasi, kesepakatan nasional, dan seterusnya. Tapi benarnya orang banyak tidak sama dengan benar yang sejati. Benar yang sejati ini sesuatu yang bersifat cakrawala yang harus kita tempuh berjalan ke sana terus-menerus yang mungkin ada hubungannya dengan Allah.

No comments:

Post a Comment